Sejarah Pendidikan di Zaman Kolonial: Dari Sekolah Rakyat Hingga ELS

Pendidikan di Indonesia pada zaman kolonial Belanda mencerminkan sistem yang sangat diskriminatif dan berorientasi pada kepentingan penjajah. Sistem pendidikan ini lebih banyak ditujukan untuk melayani kebutuhan administrasi pemerintahan kolonial daripada memajukan rakyat pribumi. Dalam artikel ini, kita akan membahas sejarah pendidikan di era kolonial, dari Sekolah Rakyat yang sederhana hingga ELS (Europeesche Lagere School) yang eksklusif.

baca juga: karantina ui


1. Sistem Pendidikan di Era Kolonial

Pada masa penjajahan Belanda, pendidikan dirancang untuk melayani kepentingan ekonomi dan politik kolonial. Sistem ini menciptakan hierarki sosial, di mana akses pendidikan lebih mudah diperoleh oleh warga Belanda dan kalangan elit pribumi, sementara rakyat biasa memiliki akses yang sangat terbatas.


2. Sekolah Rakyat: Pendidikan Dasar untuk Pribumi

Sekolah Rakyat adalah lembaga pendidikan paling dasar yang diperuntukkan bagi rakyat pribumi. Sekolah ini didirikan untuk memberikan pendidikan yang sangat terbatas, dengan kurikulum yang sederhana dan fokus pada kebutuhan praktis.

Karakteristik Sekolah Rakyat:

  • Mata Pelajaran: Sekolah ini mengajarkan keterampilan dasar seperti membaca, menulis, dan berhitung.
  • Durasi Pendidikan: Biasanya hanya berlangsung 3 tahun.
  • Tujuan: Lebih berfungsi untuk mendukung kebutuhan tenaga kerja rendah di pemerintahan kolonial, seperti pegawai kasar atau buruh.

Meskipun memiliki keterbatasan, Sekolah Rakyat menjadi pintu masuk pendidikan formal bagi sebagian kecil rakyat pribumi.

baca juga: les simak kki


3. Sekolah Kelas Dua dan Kelas Satu

Setelah Sekolah Rakyat, terdapat jenjang pendidikan yang disebut Sekolah Kelas Dua dan Sekolah Kelas Satu. Sekolah-sekolah ini ditujukan untuk anak-anak pribumi dari golongan menengah.

  • Sekolah Kelas Dua: Berorientasi pada pendidikan dasar lanjutan dengan kurikulum yang sedikit lebih baik dibandingkan Sekolah Rakyat.
  • Sekolah Kelas Satu: Menawarkan pendidikan dengan kualitas lebih tinggi dan biasanya diperuntukkan bagi anak-anak dari golongan bangsawan lokal atau pegawai pemerintah.

4. ELS (Europeesche Lagere School): Sekolah Eksklusif

ELS (Europeesche Lagere School) adalah sekolah yang didirikan untuk anak-anak keturunan Eropa dan elit pribumi. Sekolah ini memberikan pendidikan dengan kualitas terbaik pada masa itu.

Karakteristik ELS:

  • Kurikulum: Menggunakan kurikulum Belanda, yang meliputi pelajaran matematika, bahasa Belanda, sejarah, dan geografi.
  • Durasi Pendidikan: Pendidikan berlangsung selama 7 tahun.
  • Bahasa Pengantar: Bahasa Belanda, yang juga menjadi simbol status sosial.
  • Keuntungan: Lulusan ELS memiliki akses langsung ke sekolah menengah bergengsi seperti HBS (Hogere Burger School) atau MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs).

ELS adalah pintu gerbang menuju jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan peluang kerja di pemerintahan kolonial.


5. Dampak Sistem Pendidikan Kolonial

Sistem pendidikan di masa kolonial menciptakan ketimpangan sosial yang tajam. Hanya sebagian kecil rakyat pribumi, terutama dari kalangan elit, yang mampu mengakses pendidikan berkualitas seperti ELS. Sebagian besar rakyat tetap terpinggirkan dan tidak memiliki kesempatan untuk maju melalui pendidikan.

Namun, di sisi lain, pendidikan kolonial juga menjadi awal dari munculnya kesadaran intelektual di kalangan pribumi. Para lulusan sekolah kolonial, seperti ELS, banyak yang kemudian menjadi tokoh pergerakan nasional, seperti Ki Hajar Dewantara dan Soekarno.


6. Akhir dari Sistem Pendidikan Kolonial

Sistem pendidikan kolonial mulai berubah seiring dengan meningkatnya tekanan dari pergerakan nasional dan kondisi politik global. Setelah kemerdekaan Indonesia, pendidikan menjadi salah satu prioritas utama dalam membangun bangsa, dengan sistem yang lebih inklusif dan berorientasi pada pemerataan.